teachingartistsguild.org – Sengketa empat pulau Aceh–Sumut melibatkan kompleksitas hukum, administrasi, ekonomi, dan emosi daerah. Masing-masing pihak memiliki argumen kuat: Aceh berdasarkan kesepakatan 1992, kedekatan geografis, dan bukti fisik; Sedangkan Sumut berdasarkan regulasi administratif Kemendagri dan peta resmi. Upaya fasilitasi pemerintah pusat diharapkan menghasilkan solusi adil dan menghindarkan konflik sosial-politik.

Apa Saja Empat Pulau yang Diperebutkan?

Pulau-pulau tersebut adalah:

  • Pulau Mangkir Gadang

  • Pulau Mangkir Ketek

  • Pulau Lipan (sejak 2007 sempat tenggelam sebagian)

  • Pulau Panjang

Pulau-pulau ini tak berpenghuni permanen, namun digunakan nelayan dari kedua provinsi sebagai tempat berlindung, tempat memancing, serta sudah berdiri sejumlah fasilitas kecil berupa dermaga, kuburan, dan rumah singgah.

Latar Belakang Sengketa

1. Sejarah dan Dokumen Lama

  • Pada tahun 1992, terjadi kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Sumut—disaksikan Mendagri—yang menetapkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.

  • Namun saat penyusunan data gazetteer di 2008–2009, koordinat pulau dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Sumut secara sepihak, tanpa melibatkan Aceh .

2. Keputusan Administratif

  • Pada 25 April 2025, Kemendagri menerbitkan Kepmendagri No. 300.2.2‑2138/2025, memasukkan keempat pulau ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

  • Aceh kemudian mengajukan keberatan sejak 2017–2022 melalui surat resmi dan forum koordinasi, namun belum direspon memuaskan .

Motif Perebutan—Lebih dari Sekadar Garis Wilayah

  • Potensi migas dan perikanan
    Kawasan ini dekat dengan Blok Singkil dan Simeulue—diperkirakan memiliki cadangan minyak & gas besar serta sumber daya perikanan laut dalam seperti tuna dan cakalang.

  • Tekanan administratif & pelayanan publik
    Aceh telah membangun infrastruktur seperti dermaga, musala, dan makam; hal ini dijadikan argumen bahwa pulau sudah dikelola dan dimiliki Aceh secara faktual.

  • Pertimbangan emosional & historis
    Koordinat pulau hanya 1–4 km dari pantai Aceh, jauh lebih dekat dibanding dengan Sumut (~20–30 km)—ini memperkuat klaim Aceh berdasarkan kedekatan geografis dan nilai historis bagi masyarakat lokal.

Dampak & Kekhawatiran

  • Ketegangan sosial dan risiko bentrok
    Ketua DPRA menyoroti potensi bentrok antar-nelayan Aceh dan Sumut jika masalah tidak segera diatasi.

  • Dampak politik & ekonomi
    Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran karena dapat menimbulkan ketidakharmonisan antarprovinsi serta memicu gesekan politik, terutama di tengah stabilitas pemerintahan yang rawan konflik identitas ­.

Upaya Penyelesaian

  • Forum fasilitasi Kemenko Polhukam pada Juni 2025 menjadi langkah awal OLYMPUS88—hadiri tim dari kedua provinsi dan pusat (Kemendagri, BPN, BIG, Pushidrosal) untuk verifikasi koordinat, tanda batas, dan bukti fisik seperti tugu serta infrastruktur.

  • Dokumen dan bukti pemerintahan Aceh
    SKU 1992, peta lama, IP4T, dan infrastruktur di pulau menjadi referensi penting untuk memperkuat klaim kepemilikan Aceh.

  • Pertimbangan hukum
    Aceh menegaskan SKB 1992 dan perjanjian perdamaian Gambas 2005 harus dipatuhi karena mengandung dimensi otonom dan marwah identitas daerah ­.

  • Mendagri menyatakan akan kembali meninjau setelah aspirasi disampaikan, memperlihatkan ruang koreksi masih terbuka ­.

  • Opsi final: Presiden dan Mendagri dapat mengeluarkan peraturan baru atau revisi Kepmendagri sesuai hasil kesepakatan bersama dan bukti faktual ­.

 

By admin